Persyarikatan Muhammadiyah di bawah kepemimpinan KH Ahmad Dahlan memiliki daya magnet luar biasa untuk menarik perkumpulan-perkumpulan Islam lokal di kawasan pulau Jawa. Muhammadiyah mampu menjadi pengayom dan sekaligus memberikan solusi cerdas untuk mengatasi persoalan-persoalan keumatan yang tak mampu diatasi oleh masyarakat awam. Pada tahun 1922, Hoofdbestuur (HB) KH Abdurrahman, pemimpin perkumpulan Ambudi Agama di Pekajangan, yang mendapat kesulitan setelah pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan Goeroe Ordonantie (Staatblad 1905). Perkumpulan Ambudi Agama pimpinan KH Abdurrahman inilah cikal bakal Muhammadiyah Pekajangan (Pekalongan).
Ambudi Agama
Pada sekitar awal abad 20, Pekajangan adalah sebuah desa kecil yang tak menarik diperhatikan banyak orang. Desa kecil ini terpencil dengan penduduk yang tidak begitu banyak. Pekajangan terletak di sebeah selatan kota Pekalongan. Sebagaimana penduduk desa lain di sekitar kota Pekalongan, penduduk Pekajangan memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pertanian yang dikelola secara sederhana, tampaknya, menjadi mata pencaharian utama penduduk desa ini. Sekalipun pertanian menjadi pencaharian utama, tetapi setiap panen tak mampu menyejahterakan penduduk desa ini. Dan seluruh jumlah rumah di desa ini, hanya sekitar dua atau tiga rumah yang dibangun menggunakan batu bata dan semen. Rumah-rumah yang menggunakan atap genteng pun masih mudah dihitung jari (RM Soediarjo dkk, 1968:7).
Selain bertani, sebagian penduduk Pekajangan yang memiliki keahlian membuat kerajinan tangan. Mata pencaharian yang satu ini hanya mewakili sekelompok kecil kelas sosial yang lebih maju. Mereka membuat industri rumah tangga secara kecil-kecilan. Di antara produk kerajinan tangan penduduk Pekajangan adalah tenun setagen (ikat pinggana perempuan) dan kain batik (batikkerij/batikhandel). Lahirnya industri rumah tangga memunculkan kelompok sosial baru, yaitu kelas pedagang. Tetapi mereha hanya mewakili sekelompok kecil dari seluruh penduduk Pekajangan pada umumnya. Namun demikian, kelas pedagang yang memasarkan produk-produk justru menjadi kelompok yang menentukan dalam perkembangan masyarakat ini. KH Abdurrahman, tokoh masyarakat Pekajangan yang berhasil merintis Cabang Muhammadiyah di kawasan terpencil ini, termasuk seorang pengusaha batik dan kerajinan tangan. Dialah yang mendirikan perkumpulan Ambudi Agama yang bergerak dibidang pengajaran agama Islam di Pekajangan.
KH Abdurrahman lahir pada tahun 1789-an. Dia lahir di Pekajangan, Kedungwuni Pekalongan, dengan nama kecil Mutaman. Pada masa mudanya, Mutaman penah mengaji pada Kia Amin di Banyuurip, kemudian kepada Kiai Agus di Kenajangan, dan kepada Kiai Abdurrahman Thaif di Wonoyoso. Terakhir, Mutaman belajar agama kepada Kiai Idris di Pondok Jamsaren, Solo.