Mukadimah
Satu diantara sekian tema sensitif dlm buku Islam yg hingga saat ini selalu hangat diperbincangkan adl masalah poligami. Pada penghujung abad 19 awal abad 20 diskusi sekitar tema ini, antara lain, dibuka oleh Muhammad Abduh salah seorang pioner pembaharuan Islam di Mesir. Muhammad Abduh menjadikan poligami sbg salah 1 entry point agenda pembaharuannya. Di sini, dlm beberapa thn terakhir persoalan ini menghangat kembali, antara lain, setelah pengusaha restoran ayam bakar yg dengan cara demonstratif memproklamirkan pernikahan poligaminya dgn pelbagai cara. Peristiwa mutakhir yg menunjukkan bahwa poligami persoalan yg rawan adl pernikahan kedua yg dilakukan oleh da'i kondang asal Bandung itu. Sebuah pilihan yg berakibat pd penyusutan jama'ah perempuan yg bersilaturahmi ke pondok pesantrennya. Persoalan ini kini menghangat kembali tatkala para penyokong praktek poligami yg terhimpun dlm Global Ikhwan menggulirkan kembali tema ini. Dlm kalangan Muhammadiyah meskipun secara de jure belum ada pandangan resmi organisasi, respos warganya thd persoalan ini scr massif ditujukkan dgn hampir tdk dijumpai praktek poligami sejak pimpinan terasnya di tingkat pusat ke tingkat terendah.
Nabi saw pun pernah melarang poligami
Lazimnya dikatakan bahwa poligami masyru' krn Rasulullah saw melakukannya dan diikuti oleh praktek sahabat radliyallahu 'anhum. Landasan dalil yg biasa dirujuk, antara lain, Hadits yg diceritakan Abu Hurairah dlm Bukhari, Aisyah dlm Bukhari, Ummu Salam dlm Muslim yg menyatakan perlunya bersikap adil diantara para isteri, adanya nafkah yg diberikan kpd mereka serta bilangan hari utk menetap pd masing2 isteri hingga batas maksimal isteri yg dpt dinikahi yg biasanya dirujukan pd pengalaman Ghailan bin Salamah ats-Tsaqafi yg termuat dlm at-Turmudzi. Di samping Hadits2 sejenis sesungguhnya dijumpai