Indonesia boleh dikatakan sebagai negeri dan bangsa dengan sejuta serba keganjilan. Keganjilan dalam makna negatif. Betapa tak lumrah, seorang pegawai pajak golongan III A yang latar belakang keluarganya yang orang sangat biasa tiba-tiba memiliki rekening Rp. 28 miliar sebagaimana dijumpai dalam kasus Gayus Tambuan. Sungguh spektakuler. lalu, orang berasumsi kemana-mana, jika pegawai golongan rendah saja mampu meraup dana sebesar itu,bagaimana dengan golongan di atasnya? Kenyataan yang super ganjil baru dalam satu kasus dan satu instansi atau bagian dari instansi pemerintahan, bagaimana dengan kasus-kasus dan instansi-instansi lainnya.
Di negeri ini, dapat didaftar para koruptor kelas hiu atau lebih besar lagi yang dengan mudah lari (dilarikan, disuruh lari?) ke negeri tetangga dan kemudian tak terjerat hukum. Sebagian yang dijerat hukumpun dengan enteng diganjar vonis super ringan. Sementara menjerat kasus-kasus korupsi,mafia kasus atau mafia hukum, dan berbagai jenis kejahatan kerah putih lainna sering begitu berliku dalam menanganinya dari hulu sampai hilir. Berbeda sekali ketika harus menjerat kasus-kasus wong cilik seperti yang menimpa Mbok Minah yang mencuri 3 buah coklat, pencuri jagung pencuri semangka, bahkan hanya pencuri setrum listrik untuk men-charge handphone. Dalam menangani kasus-kasus raksasa aparat kesulitan menemukan alat bukti dan tampak sekali ketat kriterianya. Adapun untuk kasus-kasus kecil, alat bukti itu dengan mudah didapat dan aparatpun lancar melakukannya.